Tadi dalam waktu perjalanan dari rumah (Arus Deras) menuju Rasau Jaya, seorang wanita menyetop motor saya Dia bilang mau numpang.
"Kak, saya numpang Kak, saya ga betah dan ga mau kerja disitu." kataya sambil menenteng tas yang kemungkinan berisi baju. Kakinya terlihat berdarah.
"Ayo naik" Jawabku agak ragu. Takut kalau itu orang jahat atau orang gila yang mau menumpang.
"Lho, mau kemana? kamu jadi Pembantu Rumah Tangga ya disitu." Sambil mengendarai motor saya bertanya kepadanya.
Namanya Bunga, 21 tahun asal Subang. Rupanya dia kabur. Dia dipekerjakan di sebuah Lokalisasi di daerah Bintang Mas 1. Baru dua hari dia di Kalimantan Barat. Dia diimingi gaji besar bila bersedia kerja di Kalimantan.
"Rupanya saya disuruh melayani laki-laki di dalam kamar, Kak." Ucapnya seraya bergegar. Nampak dari kaca spion airmatanya mulai meleleh.
"Tolong antar saya ke bandara Kak, atau pelabuhan, saya mau pulang. saya punya uang Rp 600.000."
Uang tersebut rupanya bekal dia dari Subang. Saat saya bertanya tentang upahnya bekerja disitu. ini jawabanya.
"Sekali melayani dibayar Rp 100.000 dipotong uang kamar Rp 20.000
"kamu mau kerja disitu, Dek." Saya panggil Adek karena umur saya 24, 3 tahun lebih tua darinya.
"Sebenarnya gak mau, Kak. Mereka (boss) menjanjikan akan membayar hutang ibu saya di Subang. Ibu saya kena serangan stroke."
"Ayo ngebut Kak, saya takut dikejar. Tapi maaf saya tidak bisa memberi ongkos pada Kakak yang telah baik mau memberi tumpangan pada saya. Saya juga belum makan dari pagi, Kak." Ucapnya tergesa-gesa dengan logat Sunda yang masih kental.
Saya yang paling trauma naik motor ngebut langsung saja memacu kendaraan hingga 80 km/jam. Lagipula saya dalam keadaan sakit (asma), namun saya paksakan berkendara sendiri karena ingin membeli obat di Rasau. Sesekali kami ngobrol, tentang banyak hal yang lebih spesifik.
Saya berniat membawanya makan dulu, lalu kemudian ke travel untuk menanyakan harga tiket pesawat. Dia meminta dibelikan tiket ke Jakarta. Karena dia pernah ke Jakarta dan mengetahui rute Jakarta-Subang daripada Bandung-Subang. Apabila tidak bisa berangkat hari ini, rencananya akan saya inapkan beberapa hari di rumah saya di Kota Pontianak. Rencana mau beli obatpun hilang sudah. Seketika asma saya hilang.
Sebenarnya tidak masalah dia bekerja di Lokalisasi. Itu haknya jika dia mau. Namun Bunga menolak. Apalagi Bayarannya hanya Rp 80.000 sehari. Saya juga tidak mau ikutcampur lebih jauh. Hanya saja sebagai sesama perempuan saya harus menolongnya. At least, mengantarkannya ke bandara dan memastikan bekalnya cukup sampai ke rumah.
Namun apalah daya, beberapa orang yang berkendara sepeda motor mencegat kami. Preman. Bertato. Saya Ciut. Asli. Bungapun dibawanya, dengan janji manis, akan dipulangkan, akan diberi uang, dan lain sebagainya.
Saya tidak dapat berbuat apa-apa, saya tidak bisa. Saya kecewa. Hanya sempat memfoto diam-diam. Merekam.(Masih bersambung, namun penulis rahasiakan, demi keselamatan Penulis dan Bunga)